TaufiqIsmail merupakan seorang sastrawan kenamaan asal Indonesia yang telah banyak melahirkan puisi-puisi yang sangat dahsyat. Berikut ini adalah kumpulan puisi karya Taufiq Ismail yang dapat anda bawakan dan resapi maknanya. Baca Juga: Puisi Karya Taufiq Ismail 'Yang Selalu Terapung Di Atas Gelombang' Baca dan Resapi Maknanya. 06:30
Usmar Ismail lahir pada tanggal 20 Maret 1921 di Bogor, Jawa Barat. Ia adalah seorang sutradara, produser film, dan penulis naskah Indonesia yang dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah perfilman Indonesia. Usmar Ismail memiliki kontribusi besar dalam pengembangan perfilman Karir Usmar Ismail memulai karirnya di dunia seni sebagai seorang penulis drama dan naskah teater pada tahun 1940-an. Ia juga aktif dalam Gerakan Pujangga Baru, sebuah kelompok sastra yang berperan dalam perkembangan sastra Indonesia pada masa Film Usmar Ismail dikenal sebagai sutradara dan produser film yang telah menciptakan sejumlah film berpengaruh dalam perfilman Indonesia. Beberapa film terkenal yang disutradarainya antara lain "Darah dan Doa" 1950, "Tiga Dara" 1956, dan "Pedjuang" 1960. Film-filmnya sering mengangkat tema-tema sosial dan politik yang relevan dengan kondisi Indonesia pada masa Usmar Ismail telah meraih berbagai penghargaan atas karya-karyanya di dunia perfilman. Salah satunya adalah Piala Citra, penghargaan tertinggi dalam Festival Film Indonesia, yang ia terima sebanyak empat kali. Ia juga mendapatkan penghargaan internasional, seperti Penghargaan Khusus dari Festival Film Internasional Moskow pada tahun Industri Film Usmar Ismail merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam perkembangan industri film Indonesia. Ia mendirikan Perfini Perserikatan Film Nasional Indonesia pada tahun 1950, yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas dan mengembangkan industri perfilman Indonesia. Usmar Ismail juga memimpin Perum Produksi Film Negara PFN, yang menjadi lembaga pemerintah yang mengurus produksi film di dan Warisan Usmar Ismail dianggap sebagai salah satu bapak sinema Indonesia dan memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan perfilman Indonesia. Ia menginspirasi banyak sutradara dan pembuat film muda, dan karyanya terus dikenang dan dipelajari dalam sejarah perfilman Indonesia. Banyak festival film dan acara penghargaan di Indonesia juga mengambil namanya sebagai penghormatan terhadap Ismail meninggal dunia pada tanggal 2 Januari 1971 pada usia 49 di Jakarta. Namun karyanya terus hidup dan dihargai dalam sejarah perfilman Indonesia. Ia meninggalkan warisan berupa film-film berharga yang mencerminkan semangat perjuangan dan penghargaan terhadap seni dan budaya bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa contoh puisi karya Usmar Ismail untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa. Kumpulan Puisi karya Usmar Ismail Bagikan:Tweet. Saya persembahkan Puisi ini untuk mengenang jasa-jasa pahlawan yang telah memperjuangkan Indonesia hanya demi kemerdekaan. Sudah 68 tahun Tanah Air kita merdeka. Untuk itu, saya persembahkan sebuah puisi Nasionalisme karya Usmar Ismail berjudul "Kita Berjuang". Thursday, August 15, 2019 Edit Kumpulan puisi Usmar Ismail Kumpulan puisi lawas/ Kumpulan puisi menarik/ Kumpulan puisi inspirasi, puisi berjudul Kita berjuang karya Usmar Ismail, merupakan salah satu contoh puisi menarik dari sekian banyak puisi karya Sastrawan, simak puisi berikut "Kita Berjuang" Terbangun aku, terloncat duduk kulayangkan pandang jauh keliling kulihat hari t'lah terang, jernihlah falak telah lamalah kiranya fajar menyingsing kuisap udara legalah dada, kupijak tanah tiada guyah. kudengar bisikan hatiku rawan "Kita berperang, Kita berjuang!" Sebagai dendang menyayu kalbu bangkitlah hasrat damba nan larang ingin ke medan ridlah menyerbu "Beserta saudara tutur berjuang!". Baca Juga Puisi Usmar Ismail Lainnya Puisi Citra - Usmar Ismail Puisi Diserang Rasa - Usmar Ismail Puisi Caya Merdeka - Usmar Ismail . . . . . //Like & Shere// janganlupa Like, Commen, share, dan subscribe PUISI WAJIB KITA ADALAH PEMILIK SYAH REPUBLIK INI Karya Taufiq Ismail dari Tirani dan Benteng, 1993 Tidak ada lagi pilihan Kita harus berjalan terus Karena berhenti atau mundur berarti hancur apakah akan kita jual keyakinan kita dalam pengabdian tanpa harga akan maukah kita duduk satu meja dengan para pembunuh tahun yang lalu dalam setiap kalimat yang berakhiran “Duli Tuanku!” Tidak ada lagi pilihan Kita harus berjalan terus Kita adalah manusia bermata sayu, Yang di tepi jalan mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh Kita adalah berpuluh juta yang bertahan hidup sengsara Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka Kita yang tak punya dengan seribu slogan Dan seribu pengeras suara yang hampa suara Tidak ada lagi pilihan Kita harus berjalan terus PUISI PILIHAN KEPADA SEORANG AYAH YANG BERBAHAGIA Karya Ida at DeKalb, DeKalb, June 10, 1999 Kubayangkan butir air mata memenuhi pelupuk matamu saat kau membacakan baris-baris kasih sayang kepada buah hatimu Kusapa, ada beberapa butir air mata menggantung di sukmaku hendak menyeruak ke dunia menemani keharuanmu Tak ada yang dapat kuucapkan hari ini seperti hari kemarin, aku hanya bisa membisu coba kutulis beberapa kata ungkapan kehormatan kepadamu yang kini duduk menyaksikan ilham Allah merasuki tulang-tulang tuamu. Adakah aku akan melihat orang tuaku sebahagia lantunan nyanyian hatimu yang hendak menempuh tahap tertinggi kodrat manusia? aku merenung menggores bayangan butiran air matamu yang terdorong keluar oleh kebahagiaan aku berusaha menutupi jalan untuk air mataku yang tak sanggup menahan keharuan menuntut jalan keluar, mungkin hendak berteman dengan air matamu DOA Karya Puisi oleh Chairil Anwar Tuhanku dalam termanggu ku sebut namu Mu biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh Tuhanku cahaya Mu panas suci bagai kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku aku hilang bentuk kembara di negeri asing Tuhanku dipintuMu ku ketuk aku tak bisa berpaling. DISERANG RASA Karya Usmar Ismail Apa hendak dikata Jika rasa bersimaharajalela Di dalam batin gelisah saja Seperti menanti suatu yang hendak tiba Pastilah harapan berkelap-kelip Tak hendak padam, hanyalah lemah segala sendi Bertambah kelesah hati yang gundah Sangsi, kecewa, meradang resah Benci, dendam……..rindu, cinta……… Ah, hujan rinai di waktu angin Bertiup kencang memercik muka Kemudian reda………tenang…….. di dalam air mata bergenang kembali harapan, kekuatan semakin nyata dari yang sudah-sudah, sebelum jiwa diserang rasa JALAN RAYA IBU KOTA Karya Leon Agusta Kudengar topan menggertak dan angin menerjang “Apakah belum lagi siap; aku tak akan pernah siap” Bahkan untuk tidur Tapi aku tertidur juga Diayunkan deru cemas Dinyanyikan jeritan badai Sampai pagi yang pucat Membangunkanku “dalam tidur, mimpi buruk selalu mengejarku” Pagi hari Musim tampak memanjang oleh cahaya yang rebah Dari timur Dan kabut masih kental mendekap jendela Kutatap Koran pagi yang terhantar lemas di atas meja “Cinta kekaksihku lenyap di jalan raya” “Dendam kekasihku berkeliaran di jalan raya” Aku cemas sebab aku belum kemas untuk menyempatnya Di senja penghabisan; di jaringan jalan raya ibu kota Berdebaran aku menunggu begitu gairah Mendengar nyanyian dan bisikannya Walau mimpi buruk selalu mengejar KEPADA KI HAJAR DEWANTARA Karya Sanusi Pane, 1957 Dalam kebun di tanah airku Tumbuh sekuntum bunga teratai Tersembunyi kembang indah permai Tiada terlihat orang yang lalu Akhirnya tumbuh di hati dunia Daun bersemi, laksmi mengarang Biarpun dia diabaikan orang Seroja kembang gemilang mulia teruslah, o, teratai bahagia berseri di kebun Indonesia biarkan sedikit penjaga taman biarpun engkau tidak terlihat biarpun engkau tidak diminat engkau turun menjaga taman SAJAK PUTIH Oleh Rachmat Djoko Pradopo Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam noda tiba Meriak muka air kolam jiwa Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita mati datang tidak membelah…….. SENJATA Karya Oleh Abdul Wahid Situmeang Keringat mengucur darah memancur Dari dada pahlawan yang gugur Panji perjuangan pantang mundur Merebut tampuk hari Serta menggenggamnya dalam kepalan Dalam arus waktu yang menghapus kesabaran Senjata kita adalah keringat Senjata kita adalah darah Keringat dan darah dari jiwa yang luhur SURAT DARI IBU Karya Asrul Sani Pergi ke dunia luas anakku sayang Pergi ke hidup bebas! Selama angin masih angin buritan Dan matahari pagi menyinar daun-daunan Dalam rimba dan padang hijau Pergi ke laut lepas anakku sayang Pergi ke alam bebas! Selama hari belum petang Dan warna senja belum kemerah-merahan Menutup pintu waktu lampau Jika bayang telah pudar Dan elang laut pulang ke sarang Angin bertiup ke benua Tiang-tiang akan kering sendiri Dan nahkoda sudah tahu pedoman Boleh engkau datang padaku! Kembali pulang anakku sayang Kembali ke balik malam! Jika kapalmu sudah rapat ke tepi Kita akan bercerita “Tentang cinta dan hidupmu pagi hari” IBUKU DAHULU Karya Amir Hanzah dari Nyanyi Sunyi Ibuku dahulu marah padaku Diam dia tiada berkata Aku pun lalu merajut pilu Tiada peduli apa terjadi Matanya terus mengawas aku Walaupun bibirnya tiada bergerak Mukanya masam menahan sedan Hatinya pedih karena lakuku Terus aku berkesan hati Menurutkan setan mengacau balau Jurang celaka terpandang di muka Kusongsong juga biar cedera Bangkit ibu dipegangnya aku Dirangkumnya segera dikulupnya serta Dahiku berapi pancaran neraka Sejuk sentosa turun ke kalbu Demikian engkau Ibu, bapa, kekasih pula Berpadu satu dalam dunia ANTARA TIGA KOTA Oleh Emha Ainun Najib dari Sajak-Sajak Sepanjang Jalan Di yogya aku lelap tidur Angin disisiku mendengkur Seluruh kota pun bagai dalam kubur Pohon-pohon semua mengantuk Di sini kamu harus belajar berlatih, tetap hidup sambil mengantuk kemanakah harus kuhadapkan muka agar seimbang antara tidur dan jaga? Jakarta menghardik nasibku Melecut menghantam pundakku Tiada ruang bagi diamku. Matahari melototiku Bising suaranya mencampakkanku, Jatuh bergelut debu Kemanakah harus kuhadapkan muka Agar seimbang antara tidur dan jaga? Surabaya seperti di tengahnya Tak tidur seperti kerbau tua Tak juga membelalakkan mata Tapi di sana ada kasihku, Yang hilang kembangnya. Jika aku mendekatinya Kemanakah harus kuhadapkan muka Agar seimbang antara tidur dan jaga? KARANGAN BUNGA Oleh Taufiq Ismail Tiga anak kecil Dalam langkah malu-malu Datang ke Salemba Sore itu Ini dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga Sebab kami ikut berduka Bagi kakak yang ditembak mati Siang tadi YANG KAMI MINTA HANYALAH Karya Taufiq Ismail Yang kami minta hanyalah sebuah bendungan saja Penawar musin kemarau dan tangkal bahaya banjir Tentu bapa sudah melihat gambarnya di koran kota Tatkala semua orang bersedih sekadarnya Dari kaki langit ke kaki langit air membusa Dari tahun ke tahun ia datang melanda Sejak dari tumit, ke paha lalu lewat kepala Menyeret semua Bila air surut tinggallah angin menudungi kami Di atas langit dan di bawah lumpur di kaki Kelepak podang di pohon randu Bila tanggul pecah tinggallah runtuhan lagi Sawah retak-retak berebahan tangkai padi Nyanyi katak bertalu-talu Yang kami minta hanyalah sebuah bendungan saja Tidak tugu atau tempat main bola Air mancur warna-warni Kirimlah kapur dan semen Insinyur ahli Lupakan tersianya sedekah berjuta-juta Yang sampai kepada kami Bertahun-tahun kita merdeka, bapa Yang kami minta hanya sebuah bendungan saja Kabulkanlah kiranya TERIMA KASIH KEPADA PAGI Karya Subagjo Sastrowardojo Terima kasih kepada pagi Yang membawa nyawaku Pulang dari kembara Di laut mimpi gelombang begitu tinggi Dan bulan yang berlayar tenggelam di kelam badai Terenggut dari pantai Aku berteriak minta matahari Pagi Terima kasih Jejak kaki Masih tertinggal Di pasir sepi PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, Dari manakah mereka Ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa Sebelum peluit kereta pagi terjaga Sebelum hari bermula dalam pesta kerja Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta Kemanakah mereka Di atas roda-roda baja mereka berkendara Mereka berlomba dengan surya menuju gerbang kota Merebut hidup di pasar-pasar kota Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, Siapakah mereka Mereka ialah ibu-ibu yang perkasa Akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota Mereka cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa PRIANGAN SI JELITA Karya Ramadhan KH dari Priangan si Jelita, 1965 Seruling di pasir ipis, Merdu antara gundukan pohon pina Tembang menggema di dua kaki Burangrang – Tangkuban perahu Jamrut di pucuk-pucuk Jamrut di air tipis menurun Membelit tangga di tanah merah Dikenal gadis-gadis dari bukit Nyanyikan kentang sudah digali, Kenakan kebaya merah ke pewayangan Jamrut di pucuk-pucuk Jamrut di hati gadis menurun KRAWANG BEKASI Karya Chairil Anwar Dari Aku ini Binatang Jalang, Koleksi sajak 1942 – 1949 Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, Terbayang kami maju dan berdegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang-kenanglah kami. Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa Kami sudah beri kami punya jiwa Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan Arti 4 – 5 ribu nyawa Kami Cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan Ataukah jiwa kami melayang Untuk kemerdekaan kemenangan Dan harapan atau tidak untuk apa-apa, Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami Mengapa Bung Karno Mengapa Bung Hatta Mengapa Bung Syahrir Kami sekarang mayat Berilah kami arti Berjaga terus di garis batas pernyataan Dan impian Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Krawang – Bekasi
TaufikIsmail merupakan seorang penyair dan juga sastrawan asal Indonesia yang terkenal. Beliau lahir pada tanggal 25 Juni 1935, di Fort de Kock, Sumatera Barat (sekarang kota Bukit tinggi). Taufik Ismail mendapat gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah. Taufik Ismail pun dikenal sebagai salah satu tokoh sastrawan Indonesia dengan banyak
Puisi Citra Karya Usmar Ismail Citra Citra, engkaulah bayangan, waktu subuh mendatang. Citra, kau gelisah malam dalam kabut suram! Kau dekap malam kelam pelukan penghabisan, Kau singkap tirai kabur dan selubung. Tenggelam kau jumpai dalam riba malam Kau buka pagi baru senja nyawamu Citra, kau bayang -an abadi dalam kabur fajar. Puisi Citra Karya Usmar Ismail
Puisi Kita Berjuang (Karya Usmar Ismail) Terbangun aku, terloncat duduk Kulayangkan pandang jauh keliling Kulihat hari 'lah terang, jernih 'lah falak Telah lamalah kiranya fajar menyingsing. Kuisap Legalah dada Kupijak tanah Tiada guyah. Kudengar bisikan Hatiku rawan: "Kita berperang, Kita berjuang!"
Usmar Ismail 1921-1971 Citra, Engkaulah bayangan, waktu subuh mendatang Citra, Kau gelisah malam dalam kabut suram! Kaudekap malam kelam pelukan pengabisan, Kausingkap tirai kabur dan selubung….. Tenggelam kau jumpai dalam riba malam….. Citra, Kau bayang -an abadi dalam kabur fajar. Sumber Djawa Baroe, 23, 12 Januari 1943. Puisi"Presiden Boleh Pergi, Presiden Boleh Datang" Karya : Taufik Ismail Koleksi puisi kuno, puisi Tovfig Ismail, kumpulan puisi kuno, kumpulan puisi terkenal. Ketua boleh pergi, ketua boleh datang. Kaedah pembayaran. Timbul pesanan. Tetapi lapisan masyarakat sentiasa bertahan di atas ombak.
Lahir 20 Maret 1921 di Bukittinggi, Sumatera Barat, meninggal tahun 1971 di Jakarta. Pendidikannya AMS-A II Yogyakarta dan Sekolah Menengah Tinggi Jakarta sampai tamat 1943.Dia muncul pada zaman pendudukan Jepang. Menulis puisi, cerita pendek, esei, dan drama. Kemudian kegiatannya mengarah pada dunia film dia menjadi sutradara dan menulis skenario film, terkadang juga menjdai juri festival masa pendudukan Jepang, dia mendirikan sandiwara Maya awal tahun 1944 sebagai imbangan terhadap badan propaganda Pusat Kebudayaan. Sesudah Indonesia merdeka, dia pindah dari Jakarta ke Yogya dan mendirikan majalah Tentara dan Patriot. Majalah-majalah ini berubah menjadi surat kabar harian dan majalah kebudayaan dan kesusastraan Arena. Sesudah Aksi Militer II Desember 1948, dia sebagai wartawan-politik Antara datang ke Jakarta, ditahan Belanda empat bulan atas tuduhan ambil bagian dalam aksi dari tahanan dia memperdalam pengetahuannya dalam dunia film, dengan masuk South Pacific Film Corporation. Dia pun mendirikan Perusahaan Film Nasional Indonesia Perfini, 1950. Dia mengikuti kuliah di fakultet Theatre Arts pada university of California di Los Angeles atas biaya Rockefeller Foundation awal tahun 1952 selama delapan bulan. Kemudian meninjau Eropa Barat, terutama yang sudah terbit Tempat yang Kosong, Mutiara dari Nusa Laut 1944, Sedih dan Gembira 1948, Puntung Berasap 1950, dan Mengupas Film 1983, editor Siahaan.Sejumlah karyanya ada dalam antologi Gema Tanah Air 1949 susunan Jassin dan Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang 1948 susunan Jassin pula. bepemedia Creative Communication Solutions Internet Solutions
bexPsSM.
  • kbm0fsa6i9.pages.dev/90
  • kbm0fsa6i9.pages.dev/306
  • kbm0fsa6i9.pages.dev/89
  • kbm0fsa6i9.pages.dev/498
  • kbm0fsa6i9.pages.dev/149
  • kbm0fsa6i9.pages.dev/308
  • kbm0fsa6i9.pages.dev/146
  • kbm0fsa6i9.pages.dev/1
  • kumpulan puisi karya usmar ismail